Memelihara Ukhuwah Islamiyah
MADANINEWS.ID, JAKARTA — Pentingnya ukhuwah Islamiyah telah ditegakkan berkali-kali dalam khotbah Jumat. Pada waktu mendapat guncangan jiwa, pada sebuah bangsa yang terdiri atas orang-orang asing, kita lebih memerlukan lagi rasa persaudaraan. Sering kali pada saat kita kelelahan, ketika tidak ada orang yang memperhatikan, ketika kita mempertahankan hidup sendirian, kita terkenang orang-orang baik yang kita tinggalkan di tanah air, yang sering berbagi suka dan duka bersama kita. Apakah di sini kita menemui orang-orang yang mirip dengan orang-orang yang kita tinggalkan itu?
Sudah sering kita dengar bahwa persaudaraan dalam Islam jauh lebih tinggi daripada persaudaraan yang lain yang tidak didasarkan atas Islam. Dapatkah kita bersikap jujur dan mengatakan bahwa persaudaraan yang kita miliki di sini lebih tinggi, daripada persaudaraan karena perkerabatan seperti di Tanah Air? Bila tidak, mengapa? Mengapa kita merasakan bahwa persaudaraan kita sekarang hanyalah bersifat selintas walaupun sering dibicarakan dalam ceramah dan khotbah?
Persaudaraan bukanlah suatu yang datang kepada Anda dengan
sendirinya. Bukanlah sesuatu yang dipaksakan kepada Anda dari luar.
Persaudaraan adalah sesuatu yang harus Anda lahirkan. Anda tidak dapat
memetik kecintaan bila Anda menanam kebencian. Anda tidak akan dapat
memperoleh saudara jika Anda bertindak sebagai musuh. Anda tidak akan
memanen ketulusan dari orang lain apabila Anda memelihara kemunafikan.
Oleh karena itu, kita harus menciptakan saudara, tetapi bagaimana
caranya?
Tujuan tulisan ini ialah memberikan contoh terbaik
tentang bagaimana seharusnya kita bergaul dengan orang lain, bagaimana
merebut kasih sayang dan cinta. Sebagai orang Islam kita memiliki contoh
terbaik yang memberikan teladan buat kita semua. Contoh itu ialah
Muhammad.
“Sesungguhnya ada pada diri
Rasulullah buat kamu contoh yang baik, buat dia yang mengharapkan Allah
dan balasan hari kiamat dan banyak mengingat Allah.” (Qs. Al-Ahzab [33]: 21)
Nabi
Muhammad saw adalah pemimpin yang paling dicintai pada zamannya dan
bahkan setelah ia tiada. Berikut ini adalah beberapa contoh tentang
bagaimana para sahabat mencintainya.
Pada zaman permulaan Islam,
suatu hari Abu Bakar berbicara di hadapan orang-orang kafir di Masjidil
Haram. Ia dipukuli dan diinjak-injak sampai tidak sadar dan hampir
mati. Banu Taim membawanya ke rumahnya. Menjelang malam hari, Abu Bakar
membuka kelopak matanya dan mulai sanggup berbicara. Dan apakah kalimat
pertama yang diucapkan Abu Bakar setelah dia pingsan sekian lama? Abu
Bakar berkata,
“Bagaimana keadaan Rasulullah saw?”
Ia tidak memperhatikan sama sekali penderitaannya sendiri. Ketika Ummul
Khair, ibunya, berusaha memberi makan, Abu bakar berkata,”Demi Allah,
saya tidak akan makan dan tidak akan minum apa pun sebelum saya melihat
Rasulullah.”
Pada pertempuran Uhud, ketika sejumlah orang
Islam terbunuh, seorang wanita Anshar diberi tahu bahwa ayahnya,
suaminya, saudaranya, dan anaknya, semua gugur di medan pertempuran.
Setelah mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, wanita
itu berkata,” Bagaimana keadaan Rasulullah?” Ia diberi tahu bahwa
Rasulullah sehat wal afiat, tetapi ia bersikeras untuk melihatnya
sendiri. Pada akhirnya, setelah ia menemui Rasulullah, ia berkata,”Ya Rasulallah, segala musibah menjadi kecil setelah aku melihatmu.”
Kita
masih memiliki banyak contoh tentang bagaimana sahabat mencintai
Rasulullah. Cukuplah di sini dikatakan bahwa bahkan setelah Nabi
meninggal, para sahabat menangis bila nama Muhammad disebut di depan
mereka.
Marilah kita lihat apa yang menyebabkan Rasulullah
dicintai sahabat-sahabatnya. Kecintaan mereka bukan hanya karena iman
saja. Kecintaan itu timbul karena cara Rasulullah memperlakukan mereka.
Marilah kita lihat bagimana Rasulullah bergaul dengan
sahabat-sahabatnya.
Akhlak pertama yang dicontohkan Rasulullah dalam pergaulannya ialah perhatian yang tulus kepada orang lain.
Ia lebih mendahulukan orang lain daripada dirinya. Bila orang berbicara
kepadanya, ia mendengarkannya dengan penuh perhatian, dengan
menghadapkan seluruh wajahnya kepada orang yang berbicara kepadanya.
Pada suatu hari seorang wanita tua menghentikannya di tengah jalan, dan
Rasulullah dengan sabar mendengarkan pembicaraan wanita itu. Ia
memperbaiki sandal orang miskin, dan memperbaiki baju seorang janda tua.
Dalam Min Akhlaqin Nabiy kita
membaca contoh perhatian Rasulullah kepada orang lain yang sangat
mengharukan. Dalam satu pertemuan, Jabir bin Abdillah al-Bajali tidak
kebagian tempat duduk. Rasulullah membuka gamisnya, melipatnya, dan
memberikannya kepada Al-Bajali, seraya berkata,”Gunakanlah ini sebagai
tempat dudukmu.” Al-Bajali mengambil gamis itu, menciumnya dengan
lembut, dan menangis,”Ya Rasulallah, beginikah caranya engkau
menghormati sahabatmu?”
Akhlak yang kedua dalam pergaulan Rasulullah dengan sahabat-sahabatnya ialah kebiasaannya memberikan penghargaan atau pujian.
Rasulullah tidak ragu memberikan pujian kepada mereka bila mereka
memang layak menerimanya. Jika Anda membaca kitab-kitab hadis tentang
kemuliaan para sahabat, Anda akan bingung menentukan mana di antara para
sahabat itu yang paling istimewa bagi Rasulullah.
Siapa yang lebih merasa mendapat
kehormatan daripada Abu Bakar, yang disebut Rasulullah sebagai kawannya
yang terbaik, yang dipilihnya untuk menyertainya? Siapa lagi yang merasa
lebih terhormat daripada Umar yang disebut Rasulullah sebagai manusia
yang paling ditakuti setan sehingga, bila Umar datang dari satu arah,
setan akan lari dari arah yang lain? Siapa lagi yang merasa lebih
terhormat daripada Usman yang diberi gelar Dzu Nurain, pemilik
dua cahaya? Siapa lagi yang merasa lebih terhormat daripada Ali bin Abi
Thalib, yang menurut Rasulullah, hubungan Ali dengan Rasulullah sama
seperti Harun dengan Musa a.s., hanya saja Ali bukanlah Nabi? Rasulullah
mengerti bahwa manusia senang dipuji, senang dihargai, senang
diperhatikan bila mereka membuat prestasi.
Ketiga, Rasulullah
saw terkenal karena sifatnya yang pemaaf. Kepada mereka yang menganiaya
dan membunuh sahabat-sahabatnya, ketika ia memasuki Makkah sebagai
pemenang, Rasulullah mengutip ayat Al-Quran:
“Pada hari ini
tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu, dan
Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Qs. Yusuf [12]: 92)
Ia
membebaskan mereka semua. Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Jarir dan
Ahmad kita membaca bahwa pada suatu hari seorang Arab pedesaan menarik
jubahnya seraya berkata, “Berikan pakaian ini kepadaku!” Dan Rasulullah
tersenyum sambil memberikan baju itu kepadanya. Dalam pertempuran Dzatur Riqa,
ketika pedang yang hampir membunuh Rasulullah terlepas dari tangan
musuhnya, Rasulullah mengambil pedang itu dan membebaskan pembunuh yang
gagal tersebut.
Marilah kita catat dalam hati bagaimana
sebaiknya kita bergaul dalam kehidupan sosial dengan saudara-saudara
kita seperti yang kita pelajari dari kehidupan Rasul. Pertama, pikirkanlah saudara-saudara kita lebih banyak daripada diri kita sendiri. Kedua, jangan ragu-ragu memberikan penghargaan jika ia layak menerimanya. Ketiga,
lupakan kesalahan mereka, dan maafkan mereka. Hanya dengan cara inilah
kita dapat melahirkan persaudaraan yang lebih tulus, lebih jujur, dan
lebih menyenangkan.
Marilah kita ubah bangsa asing ini menjadi
bangsa Saudara, bangsa yang berdasarkan persahabatan yang dangkal
menjadi bangsa yang menghidupkan persaudaraan sejati. Abul A’la
Al-Maududi dalam Islam Today berkata bahwa umat Isalm permulaan bukan hanya menaklukkan negeri dan daerah, melainkan juga hati dan jiwa.
Bangsa-bangsa yang ditaklukkan mereka menjadi pengagum dan pencinta mereka dan bukan budak dan pembantu mereka. Umat Islam permulaan mempraktekkan semua yang dipelajari mereka dari Rasulullah saw. Giliran kitalah hari ini untuk melakukan hal yang sama
Terima kasih pak
BalasHapus__Suci Ramadhani 9G
terima kasih pak
BalasHapus-dhiki jang jaya putra 9a